Minggu, 27 Mei 2012

Sanggar Apung, Cita-Cita Besar dan Semangat Membara di Balik Pulau Kecil

Di beberapa posting-an saya sebelumnya mungkin Anda pernah melihat kata Sanggar Apung. Apa itu Sanggar Apung dan ada apa di dalamnya? Kali ini kita akan membahas lebih lanjut mengenai komunitas yang berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan Orang Pulo.

Pak Hamdi, adalah orang dibalik layar berdirinya Sanggar Apung. Ia meninggalkan kemapanannya sebagai seorang pegawai sebuah BUMN di Jakarta untuk mengabdi pada pulau yang telah membesarkannya (Suatu keputusan yang mencengangkan bila kita melihat kenyamanan yang telah diperolehnya di kota). Pak Hamdi sudah menikah dan belum memiliki seorang anak. Ia memberdayakan komunitas ini tanpa mengharapkan imbalan, melainkan ia juga berjuang untuk mencari penghasilan melalui warung apung dan berdagang air mineral isi ulang. Walaupun terkesan berjuang sendiri, namun ia tetap bersemangat untuk menjangkau dan mendekati masyarakat untuk memperjuangkan kesejahteraan mereka dan keluar dari lingkar kemiskinan.

 Pak Hamdi bersama hasil kerajinan miniatur kapal dan buku yang bercerita tentang Pualu Panggang

Warung Apung, salah satu sumber penghasilan Pak Hamdi


Apa saja yang dikerjakan oleh komunitas ini? Pak Hamdi memfokuskan kegiatan sanggar pada teater dan kerajinan tangan. Bekerja sama dengan Lab Teater Ciputra, Pak Hamdi mengajak anak-anak untuk belajar teater dan ini sudah dilakukan mulai dari latihan-latihan mendasar, seperti teknik pernafasan, oleh vocal, olah rasa, dsb. Walaupun belum pernah pentas, Pak Hamdi dan anggota teater tetap optimis suatu saat teater ini bisa menjadi salah satu hiburan bila ada kunjungan ke Pulau Panggang.



 Anak-anak binaan Sanggar Apung sedang belajar teater


Selain teater, kerajinan tangan masyarakat Pulau Panggang juga sangat menarik dan bepotensi menjadi oleh-oleh khas Pulau Panggang. Miniatur kapal menjadi salah satu kegiatan yang menarik untuk dipelajari. Mungkin belum dikerjakan secara serius oleh masyarakat, namun Pak Hamdi percaya mereka dapat menghasilkan miniatur-miniatur kapal yang bagus dan disukai oleh masyarakat banyak. Meskipun masyarakat setempat belum melihat usaha ini sebagai sesuatu yang menjanjikan, namun saya dan Pak Hamdi dapat melihat potensi besar dari usaha ini.


para pemuda mencari kayu sebagai bahan dasar miniatur kapal ke Pulau Karya

Kayu yang sudah dibesihkan dibentuk menjadi badan miniatur kapal

karangka dasar miniatur kapal dipernih agar semakin mirip dengan kapal asli

Hasil kerangka dasar kapal

Saya dan Fitri belajar membuat miniatur kapal

 
Selain kedua bidang yang diajar sendiri oleh Pak Hamdi, Sanggar Apung juga mengajak anak-anak untuk belajar silat dan menari. Namun kegiatan ini belum dikerjakan secara serius karena belum ada orang yang ahli dan bersedia mengajar.Walaupun demikian, bila kedua kegiatan tersebut bisa dikerjakan secara serius oleh warga, menurut saya ini sudah mampu menambah penghasilan warga dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat, sehingga "tidak begitu tergantung" pada alam.

Jumat, 04 Mei 2012

Makanan Khas Pulau Panggang yang Menggoyang Lidah

Salah satu yang membuat saya betah berlama-lama di Pulau Panggang adalah makanannya yang lezat! saya yang awalnya tidak terlalu suka ikan, selama empat hari saya dipaksa untuk melupakan ayam dan mencicipi aneka masakan yang berbahan dasar ikan maupun hasil tangkapan laut. Tenyata... saya ketagihan!

Di posting-an kali ini saya akan memperlihatkan makanan khas Pulau Panggang yang sempat saya nikmati.
Here they are...

1. Bom Atom dan Kue Talam Ikan

 Bom atom adalah makanan yang di sebelah kiri, berwana merah dan terbuat dari tepung yang dicelup dalam karamel gula yang diberi warna. Makanan yang di sebelah kanan adalah kue talam ikan, terbuat dari tepung beras yang dimasak hingga menjadi seperti agar-agar atau puding dan diberi taburan abon ikan segar!


2. Kue Selingkuh
 Kue yang juga terbuat dari tepung beras ini hampir sama dengan kue talam ikan, bedanya kalau kue talam ikan disantap dengan taburan abon ikan, kue selingkuh (nama yang sangat unik!) ini disantap dengan sirup, dan biasanya orang Pulo menggunakan sirup yang berwarna pink sehingga tampilannya menjadi lebih menarik.


3. Pastel Ikan

 

 The best! Makanan favorit saya selama di Pulau Panggang.Tampilannya memang tidak beda dengan pastel pada umumnya, namun rasanya... beda banget! Ikannya sangat terasa, tidak amis, dan sedikit pedas. Melihat saya begitu antuasias dengan makanan ini, Pak Rusli dan Ibu selalu menyuguhkan pastel ikan sebagai sarapan selama saya tinggal di sana, dan tidak lupa membekali saya pastel ikan sebagai oleh-oleh. Terima kasih Pak, Ibu, saya kangen Pastel Ikannya.


4. Pucue atau Empek-empek

 Ini dia cemilan khas Orang Pulo. Dikenal dengan nama Pucue atau empek-empek (versi kita). Bahan dasarnya sama seperti empek-empek dan proses pembuatannya pun hampir sama. Yang membedakan adalah sausnya. Bila empek-empek yang biasa kita nikmati di sajikan bersama mie, potongan mentimun, dan kuah yang terbuat dari cuka, pucue biasa disajikan dengan saus kacang. Nikmat!

5. Cumi Goreng

 Apa yang spesial dari cumi goreng ini? Bukankah kita sering menyantapnya? Coba lihat ukurannya, sangat berbeda dengan yang biasa di piring kita, bukan? Ukurannya raksasa! dan rasanya pun sangat lezat karena baru ditangkap. Gurih, manis, dan tebal dagingnya. Makanan yang tidak pernah saya konsumsi selama menyandang status sebagai anak kos ;) 


6. Cumi Tumis Bumbu Hitam
Bagi saya, tampilannya sangat tidak menarik, karena kuahnya yang berwarna hitam. Namun rasanya sungguh di luar dugaan. Lezat! menurut pengakuan Pak Rusli, setiap tamu yang berkunjung (mahasiswa, peneliti) asti akan disuguhkan makanan ini dan mereka akan ketagihan. Tidak jarang ada yang kembali hanya untuk menikamti cumi yang masak dengan tintanya ini. Wow!

Sebenarnya, menurut Ibu Rusli masih banyak jenis makanan yang tidak sempat kami cicipi berhubung nelayan  sedang tidak bisa berlayar karena cuaca dan harga solar yang melambung. Namun ini saja sudah cukup membuat saya ketagihan dan kangen dengan makanannya, terutama Pastel Ikan. Tertarik mencoba? Silakan berkunjung ke pulau yang tidak hanya menawarkan makanan yang sangat memikat, namun juga kan mengajarkan kita pelajaran hidup yang tak ternilai harganya.

Mereka Ada di Provinsi Jakarta

Satu fakta yang membuat saya tercengang ketika tinggal bersama-sama dengan masyarakat Pulau Panggang adalah, MEREKA BARU MENDAPATKAN FASILITAS LISTRIK FULL 24 JAM, SEJAK JANUARI 2012. Wow! Bukankah mereka bagian dari DKI Jakarta, yang notebene adalah Ibukota Bangsa Indonesia? Kota yang selalu gemerlap oleh cahaya, jam berapapun itu?

Ada banyak lagi sebenarnya yang memperlihatkan mereka seperti anak tiri di provinsi yang menjanjikan mimpi-mimpi sehingga begitu banyak orang berlomba-lomba menjadi salah satu warganya. Satu per satu terungkap seiring dengan hari demi hari yang saya lalui di sana. 

Di hari ketiga, saya dan rekan saya, Fitri mengajak Indah (putri keluarga tempat kami menginap) dan teman-temannya, Nanda, dan Zuhro bermain-main ke Pulau Karya. Sebenarnya niat kami ke sana selain ingin bermain di Pantai pasir putih yang digunakan sebagai daerah pemakaman tersebut adalah ingin belajar bagaimana membuat kerajunan tangan dari sampah plastik. Setelah selesai bermain di Pantai, kami pun mulai proses belajar yang ternyata tidak sesederhana yang saya pikirkan.

Mereka dengan sabar mengajari kami. Walaupun tidak menghasilkan satu karyapun (karena keterbatasan bahan), namun menyenangkan belajar bersama mereka.
 Indah dan Zuhro menunjukkan cara menyangam sampah plastik

Sampah plastik yang akan kami anyam

Hasil anyaman yang nantinya akan dijahit menjadi kotak pensil ataupun casing HP

Setelah selesai belajar mengayam sampah plastik, saya dan Fitri bertanya-tanya mengenai pendidikan mereka. Di Pulau Panggang hanya ada SD dan Madrasah, bila ingin melanjutkan ke  jenjang SMP ataupun SMA harus ke Pulau Pramuka. Sungguh sedih rasanya mendengar keluhan mereka akan sekolahnya sekarang, palagi mengingat bahwa mereka sedang berada di kelas 3 SMA dan akan menghadapi UN. Hanya ada satu guru Kimia, dan itupun sedang hamil. Mereka tidak bisa mendapatkan pelajaran tambahan sebagai persiapan UN dan melanjutkan pendidikan bagi sebagian kecil yang ingin ke Perguruan Tinggi. Mereka pun mengeluhkan layanan internet yang tidak menjangkau Pulau Panggang. Hanya ada satu warnet (warung internet), itupun di pulau seberang dan sangat lemot.

Sungguh miris dan mengherankan. Mereka bagian dari provinsi yang menjadi ibukota Indonesia bukan?