Senin, 11 Mei 2015

Untitled



Kemarin, aku negur adik laki-lakiku satu-satunya. Campur aduk antara khawatir, merasa diacuhkan, ataupun cemburu dengan kesibukan adikku ini. Melalui salah satu platform telekomunikasi, dengan gayaku, malam 10 Mei aku ngomel kenapa nggak balas pesan kakaknya ini.

Nggak direspon.

Keesokan paginya, akhirnya dibalas. 04.30.

Di tengah padatnya lab, skripsi, organisasi, dia udah bangun sepagi itu? “lagi baca-baca kak”, katanya. Nggak sadar mata berkaca-kaca sepanjang perjalanan menuju stasiun kereta. Salut banget dengan semangat juang dan belajarnya. Tapi bukan itu poinnya. Aku tahu benar kebiasaan itu. Secapek apapun belajar di malam hari, pagi-pagi adalah waktu paling efektif untuk belajar. “Lebih cepat masuk ke otak” kata Mama.




Percakapan pagi itu sukses mengulang banyak kenangan bareng Mama. 8 bulan tentunya bukan waktu yang cukup membiasakan diri tanpa telepon, cerita (yang minimal diulang 3x), dan doa yang tulus dari cinta pertamaku. “Tuhan tahu yang terbaik untuk Mama. Sebesar apapun kamu mengasihi-nya, Ia jauh lebih mengasihi Mama” Hal ini sungguh nyata walaupun tentunya berat. Membiarkan Ia lebih lama menanggung sakit justru menunjukkan keegoisanku. Dengan kepergiannya, Mama nggak perlu lagi berpura-pura tersenyum setiap kali menelepon,  menahan sakit setiap kali kemo, atau berusaha tegar dan berani dalam kekhawatirannya meninggalkan 6 orang anak yang masih sangat butuh sosok Ibu. Sakitnya sudah diangkat. Tak perlu meminum obat, yang di satu sisi sedikit demi sedikit membunuh sel kanker namun di sisi lain membunuh sistem saraf lainnya. Mama benar-benar bebas dari penyakitnya.


















“Ada rencana yang indah yang sedang Tuhan kerjakan dalam setiap peristiwa yang kita alami”. Menguatkan orang lain dengan kebenaran Firman ini tidak semudah ketika kita meyakinkan diri dengan kebenaran Firman yang sama. Adik-adik masih remaja, sangat butuh bimbingan seorang Ibu. Bapak yang pendiam bahkan sangat jarang berkomunikasi dengan kami putera-puterinya. Bapak yang merelakan pekerjaannya agar punya waktu untuk mengurus Mama selama sakit. Mama dipanggil Tuhan. Bagian indahnya sungguh sulit dilihat. Sungguh sulit.
 


Aku dan adik-adik masih menunggu rencana indah Tuhan. Aku terus berdoa, agar tetap yakin kalau Tuhan memang menyediakan rancangan yang indah bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Iya kan, Tuhan? Oh iya, kemarin hari Ibu, tolong sampaikan terima kasih dan maaf sama Mama ya Tuhan.
***