Kamis, 14 Juli 2016

(Berharap) Tanya Mama

Diusia yang udah lebih dari seperempat abad ini, pasti ada banyak perubahan yang aku (dan kamu juga) alami.

Salah banyak yang udah (makin) terasa adalah
1. Perubahan aktivitas di hari Sabtu atau Minggu. Yang dulunya baca ataupun nonton series sampai susah beranjak bahkan untuk makan, menjadi nangkring dari gedung ke gedung buat hadirin kawinan teman kuliah, kantor, dan sodara.
2. News feed sosial media. Yang tadinya kegiatan kampus, jalan-jalan sana-sini, dan quote-quote labil bahkan curhatan (yang super nggak perlu) jadi foto-foto prewed, weeding invitation, update kondisi kehamilan, sampai share foto-foto bayi (yang super duper lucu).
3. dan masih banyak lagi kan??

Entah kenapa, tiba-tiba kepikiran.
Gimana ya temen-temen aku bisa sampai pada keyakinan
- Aku siap berbagi hidup dengan pasanganku
- Aku siap mengasihi pasangan dan anakku kelak dengan sepenuh hati, bahkan di kebutuhan (dan keinginan yang suka absud dan nggak nyantai) aku sendiri
- Aku sudah punya semua kriteria dan skill yang dibutuhkan untuk jadi istri dan ibu yang baik

Kenapa tiba-tiba nanya gitu deh?
Soalnya ya...
Aku kayaknya masih jauh dari keyakinan itu deh (tapi pengen nikah dan punya anak dalam waktu dua atau tiga tahun lagi. Aminnnn, aminin juga ya?)
Aku nggak yakin bisa ngurus suami, secara diri sendiri aja masih awut-awutan
Aku nggak yakin mengasihi, jadi teman diskusi, penolong, dan rekan kerja yang efektif untuk suami aku nanti
Aku nggak yakin bisa sabar dengar nangis bayi 24 jam (kalau nangis 15 menit pas gendong keponakan atau anak temen sih masih seneng ya, gemes-gemes gimana gitu, tapi kalau seharian, semingguan, sebulanan, setahunan?)
Aku nggak yakin telaten ngurus kehamilan, kelahiran, ngurus dari bayi sampai gede
Aku nggak yakin bisa jadi role model dan mendidik anak yang sungguh-sungguh mengasihi dan taat sama Tuhan, punya karakter baik dan juga pendidikan yang nggak kalah baiknya

Emang nggak bisa masak?
Emang nggak bisa mandiin debay?
Emang nggak bisa nyetrika?
Emang nggak bisa xxx (sebutin skill-skill lainnya deh)?
Bisa kokkkk
Tapi kok nggak yakin ya bisa ngerjain itu dengan tekun, sukacita, maksimal SETIAP HARI?

Di tengah-tengah kegalauan itu, keingat Mama (Astaga, kayaknya kecean aku deh kalau urusan skill-skill kayak gitu. Bayangin aja di minggu awal nikah, yang masakin nasi itu Opung Doli - yang adalah mertua laki-laki Mama/ Bapaknya Papa!)
Mama diumur aku sekarang (25 lebih 6 bulan) udah gendong debay super kece umur 6 bulan.

Jadi pengen banget nanya sama Mama
Apa yang bisa buat yakin kalau Papa adalah orang yang tepat, tepat jadi suami untuk Mama, tepat jadi Bapak untuk anak-anak Mama?
Apa yang bisa buat yakin kalau Mama siap jadi istri?
Apa yang bisa buat yakin kalau Mama siap jadi Ibu?
Apa yang bisa buat yakin kalau Mama siap ninggalin rumah? nggak tiap hari lagi ketemu Opung (nenek)?

Tapi sayang banget nggak bisa nanyain langsung pertanyaan-pertanyaan itu
Titip aja ya Tuhan buat Mama pertanyaannya

Yakin banget Tuhan nggak akan kehabisan cara untuk ngasi tahu aku jawaban-jawaban pertanyaan itu.
Jadi penasaran

Siapa yang akan bantu jawab pertanyaan-pertanyaan itu?
Caranya gimana yakinin aku?
Dimana? Kapan?

Yaudah ditunggu aja ya sayyyy
(mudah-mudahan, kalau nggak malas) Aku akan ceritain lagi gimana "kreativitas" Tuhan ngejawabnya

 

Minggu, 03 Januari 2016

A note to myself - Perhatikan Perkataan

Di hari ketiga dari 366 hari di tahun 2016 ini, di tengah-tengah menyelesaikan deadline pekerjaan, aku iseng melihat profile line dari seorang senior yang yang kuhormati dan kusayangi. Sebut saja namanya Kak Jeni.

Salah satu statusnya berbunyi demikian
"Kadang beberapa orang suka nggak sadar kalau apa yang mereka omongin tuh mengiris-iris hati.
Gue yakin, gue juga pernah melakukan hal ini ke orang lain, entah sadar 100% ataupun enggak.
Yaudah deh.
Words cannot be taken back.
The bruises has already there."

"Ih bener banget" kataku mencari pembenaran.
Jadi ceritanya, hari ini aku berkomunikasi dengan seseorang, pertanyaanku sebenarnya sederhana dan hanya berusaha mencari topik pembicaraan. Tapi responnya ternyata jauh dari yang diharapkan (tuh kan, makanya jangan berekspektasi!).

Jawabannya cukup menyakitkan (sebenarnya kadar menyakitkan buat orang itu beda-beda, cuma karena dia cukup intens berkomunikasi denganku, harusnya dia sadar ((atau emang nggak sadar ya?)) kalau kata-katanya menyakitkan). Sambil berusaha menghibur diri, aku menemukan posting-an kak Jeni itu.

Poin yang ingin aku highlight adalah waktu merenungkan kalimat-kalimatnya lagi, aku ditegur kalau pasti aku pernah melakukan hal yang sama ke orang lain. Sadar atau tidak sadar. Mungkin waktu itu aku lagi bad mood, kesal, marah, kecewa sama orang lain dan akhirnya keluar kata-kata yang menyakitkan. Kata-kata yang diucapkan lidahku pasti pernah buat orang down, sakit hati, sedih, nangis, dll. Sadar atau tidak sadar.

Mengutip salah satu quote:


Jadi,,,,
Setelah merenung, dibanding makin sakit hati dengan perkataan yang disampaikan untukku hari ini, aku memilih untuk mengambil pelajaran agar berhati-hati dengan ucapan yang keluar dari mulutku.
Aku nggak pengen ada orang yang sakit hati dengan perkataanku karena once they are said, the bruises has already there and i'll never get the opportunity to replace the words i spoke.

Alkitab pun punya concern yang sama terhadap "kata-kata yang keluar dari mulut kita"

Perkataan yang lembut membawa kehidupan dan kesehatan dan sebaliknya jika lidah kita mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan dan penuh tipu daya dapat menghancurkan jiwa orang lain.
Ngeri banget ya efeknya???

Sabtu, 26 Desember 2015

Maaf



Kata orang, tiga kata yang menjadi rahasia hidup bahagia adalah Terima Kasih, Maaf, dan Tolong.
Diantara ketiganya, yang banyak orang sulit mengucapkannya adalah maaf.
Lebih sulit lagi meminta maaf dengan benar.
Maaf memang terucap, namun bukan untuk sesuatu yang menjadi akar permasalahan.
Dia memang minta maaf, tapi sayangnya bukan untuk sesuatu yang menurutku menjadi akar permasalahan.

---

Maaf kalau aku salah mengerti

Senin, 21 Desember 2015

Merangkum 2015, Merangkai 2016

Merangkum 2015


Pada akhirnya kalender akan tiba di Desember.
Bener-bener nggak kerasa udah dipenghujung 2015.
Masih jelas diingatan bagaimana merayakan pergantian tahun 2014.

Ada begitu banyak hal yang disyukuri.
Ada begitu banyak.

Mulai dari keluarga.
Ini tahun pertama ditinggal mama.
Aku nggak kebayang gimana Papa dan adek-adek melewati pergantian tahun dengan bayang-bayang, "tahun lalu, ngerayainnya masih bareng Mama." "tahun lalu, bikin kue-nya masih disupervisi mama." "tahun lalu, doanya masih ada mama" dan masih banyak lagi. Tapi bersyukur kami sekeluarga benar-benar bisa melewatinya dengan tegar dan nggak terlalu berlarut-larut dalam masa duka.
Tahun ini, seharusnya ada banyak hal pencapaian anaknya yang bisa Mama dan Papa saksikan. Naomi lulus di awal tahun dan dapat kerjaan di akhir tahun. Dapit yang lulus tepat waktu dan menyelesaikan kepemimpinan di organisasi kampus dengan baik bahkan jadi salah satu kepercayaan di lab. Tiara yang sangat enjoy dengan kuliahnya. Iyut yang lulus SMA dan diterima di PTN. Titin yang berhasil naik kelas walaupun setelah perjuangan panjang di rapat guru. Bapak yang terus dikaruniai kesehatan, tetap bisa berkarya walau nggak punya pekerjaan menetap. Masih banyak lagi berkat yang Tuhan sediakan di keluarga.

Pekerjaan
Tahun ini klien yang Tuhan percayakan masih melakukan banyak event (percayalah, banyak itu benar-benar banyak!).
Satu per satu bisa dilewati meski nggak jarang sambil terseok-seok.
Ada banyak drama, tapi bersyukur tidak sampai membuat tawar hati.
People come and go, what can I do? itu kata bosku. Tahun ini juga, aku berganti tim. Tenang, bukan cuma satu, tapi dua sekaligus. Galau? Pasti! Tapi syukur kepada Tuhan, Ia kasih orang-orang yang juga baik, mumpuni dalam bidangnya dan mau mengarahkan.
Tahun ini sebenarnya ada niatan untuk berpindah kerja. Tapi tampaknya kata Tuhan belum saatnya, beberapa pekerjaan yang dilamar tidak memberikan respon seperti yang diharapkan. Sedih banget waktu tahu kalau alam bawah sadarku menyimpan keinginan yang aku tahu itu salah. Dan tampaknya Tuhan memang sengaja kasih tau itu secara gamblang supaya aku bisa kembali ke jalan yang benar.

Pembangan diri
Salah satu yang menyedihkan di tahun ini adalah soal pengembangan diri. Waktu yang hampir sepenuhnya tercurah untuk pekerjaan bener-bener buat nggak ada waktu untuk meningkatkan kualitas diri. Sebut saja resolusi 2015 untuk rajin menulis di blog, belajar berenang, belajar merajut, membaca buku benar-benar menjadi sebatas rencana aja.

Relasi dengan Tuhan dan Pelayanan
Sangat bersyukur KTB bisa berjalan dengan baik dan benar-benar merasakan berkat dan Firman Tuhan dinyatakan secara jelas untukku saat KTB. Relasi pribadi cukup baik secara kuantitas, namun jatuh bangun untuk kualitas. Pelayanan sebagai pengurus juga dikerjakan dengan terseok-seok, namun aku sadar bisa lewat lagi satu periode kepengurusan bukan karena kuat dan hebatku, tapi karena Tuhan masih mau pakai aku jadi alat-Nya. Tahun ini juga sungguh-sungguh bersyukur masih dipercayakan melayani sebagai moderator ataupun MC di beberapa pelayanan. Satu hal yang kusesali, Tuhan udah perlengkapi dengan firman dengan berbagai cara, tetapi aku masih kurang berjuang buat bagikan itu ke orang lain, sebut saja AKK yang udah dengan berbagai cara minta agar kelompok kecil lagi, atau adik kelas yang meminta untuk dipimpin di kelompok kecil. Keduanya tak diacuhkan karena kesibukan.

Pasangan
Sangat sedih dan mengasihani diri sendiri karena mengasihi orang yang salah.

Merangkai 2016


Tuhan telah membuktikan kesetiaannya di 2015.
Tuhan yang sama pun akan menyertai dan kembali mendemonstrasikan kasih setia, kebaikan, dan berkatnya di 2016.

Di tahun 2016, tidak terasa aku akan mencapai usia 25 tahun. SEPEREMPAT ABAD!
Usia yang rawan untuk sebagian besar orang.

Di 2016 sekaligus di usia 25 tahun, aku berharap Tuhan akan menyediakan kesempatan untuk S2 (pengennya udah diterima beasiswa, tau kampus dan juga jurusan) atau mendapat pekerjaan yang baru (kalau Tuhan berkenan di organisasi yang aku dan Dewi sama-sama rindukan aku masuki).

Tahun 2016 juga aku berharap Tuhan pertemukan dengan pasangan hidupku, orang yang mengasihi Tuhan, mengasihi aku dan keluargaku. Orang yang mau bertumbuh bersama dalam doa dan pengenalan akan Firman Tuhan. Tahun 2016 aku berharap bisa mendoakannya secara rutin, minimal dua kali dalam seminggu.

Di 2016 juga berharap semakin dewasa dalam iman, melalui pelayanan dan relasi pribadi maupun lewat komunitas.

Ga punya gambaran sama sekali 2016 bakalan kayak apa
Tapi satu yang pasti ada Tuhan yang selalu menyertai
IMMANUEL - The Strong God is with us

Meninggalkan 2015 dengan penuh ucapan syukur,
Menyambut 2016 dengan penuh pengharapan.

Hadiah Natal

Natal tahun ini beda dengan natal tahun sebelumnya.
Tuhan kembali menunjukkan betapa besar Ia mengasihiku lewat kehadiran orang-orang di sekitarku.

Entah kenapa, ada begitu banyak hadiah natal yang kuterima.
Aku bersyukur, sungguh-sungguh bersyukur.
Membuka satu per satu hadiah natal membuatku sangatttttt bersukacita.
Hadiah demi hadiah kubuka, tidak ada yang membuatku tidak tersenyum.

Hadiahnya membuatku bahagia, tetapi hal yang sesungguhnya kusyukuri adalah ada orang-orang yang:
1. Memikirkan hadiah apa yang aku butuhkan atau yang aku suka
2. Menyisihkan uang (yang seharusnya bisa dipakai untuk diri sendiri) untuk membeli hadiah untukku
3. Menyediakan waktu dan tenaga untuk mencari hadiah hingga membungkusnya

Tidakkah itu lebih berharga?
Terima kasih banyak Tuhan karena sekali lagi menunjukkan bahwa Engkau begitu mengasihiku
Terima kasih banyak teman-teman, Bapak, Ibu, Mas dan Mbak atas waktu, perhatian, tenaga dan dana yang dicurahkan lewat hadiah-hadiah natalnya.

Selamat natal untuk kita semua!

Thoughts

Jarang meminta atau mengharapkan sesuatu dari orang ternyata punya sisi negatif.
Sekalinya ingin dan tidak terpenuhi, hal sederhana pun bisa begitu mengecewakan.

Mantra

Jangan tawar hati
Jangan tawar hati
Jangan tawar hati
Jangan tawar hati
Jangan tawar hati
Jangan tawar hati
Jangan tawar hati